IKHLAS
Dinukil dari kitab tambihul Ghofilin Abul Laits As Samarqondi :
عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ لَبِيدٍ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ , قَالَ: «أَخْوَفُ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمُ الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ» .
قَالُوا: يَا رَسُوَلَ اللَّهِ وَمَا الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ؟ قَالَ: " الرِّيَاءُ، يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى لَهُمْ يَوْمَ يُجَازِي الْعِبَادَ بِأَعْمَالِهِمْ: اذْهَبُوا إِلَى الَّذِينَ كُنْتُمْ تُرَاءُونَ لَهُمْ فِي الدُّنْيَا فَانْظُرُوا هَلْ تَجِدُونَ عِنْدَهُمْ خَيْرًا ".
Dari Muhammad bin labid, sesungguhnya Nabi shollallohu alaihi wasallam bersabda : “Sesuatu yang paling aku khawatirkan atas kamu adalah syirik kecil.". Para sahabahat bertanya : “ Wahai Rasulullah, apakah syirik kecil itu ? “. Beliau bersabda : “ Riya “, Allah Ta’ala akan berfirman kepada mereka pada hari dibalasnya para hamba atas amal-amal perbuatan mereka : “Pergilah kamu kepada orang-orang yang kamu pameri sewaktu di dunia, maka lihatlah apakah kamu dapat memperoleh suatu kebaikan dari mereka”.
Dari Abu Hurairah Rasulullah shollallohu alaihi wasallam bersabda :
يَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى اَنَااَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ اَنَا اَغْنَى عَنِى الْعَمَلِ اَّلذِىْ فِيْهِ شِرَكَةٌ لِغَيْرِىْ فَمَنْ عَمِلَ عَمَلآ اَشْرَكَ فِيْهِ غَيِرِىْ فَاَنَامِنْهُ بَرِىْءٌ
Allah Ta’ala berfirman : “Aku adalah Dzat yang paling tidak membutuhkan sekutu syirik. Aku tidak membutuhkan amal yang didalamnya terkandung persekutuan kepada selain Aku. Barang siapa yang mengerjakan suatu amal perbuatan yang didalamnya terkandung persekutuan selain Aku, maka Aku lepas daripadanya”.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ , قَالَ: «رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ حَظٌّ مِنْ صَوْمِهِ إِلَّا الْجُوعُ وَالْعَطَشُ، وَرُبَّ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ حَظٌّ مِنْ قِيَامِهِ إِلَّا السَّهَرُ وَالنَّصَبُ» .
يَعْنِي إِذَا لَمْ يَكُنِ الصَّوْمُ وَالصَّلَاةُ لِوَجْهِ اللَّهِ تَعَالَى فَلَا ثَوَابَ لَهُ، كَمَا رُوِيَ عَنْ بَعْضِ الْحُكَمَاءِ أَنَّهُ قَالَ: مَثَلُ مَنْ يَعْمَلُ الطَّاعَاتِ لِلرِّيَاءِ وَالسُّمْعَةِ كَمَثَلِ رَجُلٍ خَرَجَ إِلَى السُّوقِ وَمَلَأَ كِيسَهُ حَصَاةً، فَيَقُولُ النَّاسُ مَا أَمْلَأَ كِيسَ هَذَا الرَّجُلِ وَلَا مَنْفَعَةَ لَهُ سِوَى مَقَالَةِ النَّاسِ، وَلَوْ أَرَادَ أَنْ يَشْتَرِيَ لَهُ شَيْئًا لَا يُعْطَى بِهِ شَيْءٌ، كَذَلِكَ الَّذِي عَمِلَ لِلرِّيَاءِ وَالسُّمْعَةِ لَا مَنْفَعَةَ لَهُ مِنْ عَمَلِهِ سِوَى مَقَالَةِ النَّاسِ وَلَا ثَوَابَ لَهُ فِي الْآخِرَةِ.
Dari abu hurairoh sesungguhnya nabi shollallohu alaihi wasallam bersabda : " banyak sekali orang yang berpuasa tiada bagian untuknya dari puasanya kecuali lapar dan haus, dan banyak orang yang sholat malam tiada bagian utknya kecuali begadang dan kepayahan "
Maksudnya adalah jika puasa dan sholatnya tidak karena mencari ridho Allah ta'ala maka tiada pahala baginya, sebagaimana yang diriwayatkan dari sebagian orang yang bijak, sesungguhnya beliau berkata : "Orang yang mengerjakan ibadah karena riya (pamer kepada orang lain) diumpamakan seperti orang yang pergi kepasar yang memenuhi kantongnya dengan kerikil, kemudian orang-orang berkata : “betapa penuhnya kantong orang itu”; namun ia sendiri tidak bisa mengambil manfaat kecuali hanya pujian orang. Bila ia ingin membeli sesuatu, maka kerikil itu sama sekali tidak bisa dipergunakan sebagai alat beli dan ia tidak mendapatkan apa-apa. Demikian pula orang yang beramal karena riya’ dan sum’ah, ia tidak akan bisa mengambil manfaat apa-apa dari amalnya kecuali hanya pujian orang, dan ia tidak akan mendapatkan pahala nanti di akhirat.
وَقَالَ حَكِيمٌ مِنَ الْحُكَمَاءِ: مَنْ عَمِلَ سَبْعَةً دُونَ سَبْعَةٍ لَمْ يَنْتَفِعْ بِمَا يَعْمَلْ، أَوَّلُهَا أَنْ يَعْمَلَ بِالْخَوْفِ دُونَ الْحَذَرِ، يَعْنِي يَقُولُ: إِنِّي أَخَافُ عَذَابَ اللَّهِ، وَلَا يَحْذَرُ مِنَ الذُّنُوبِ، فَلَا يَنْفَعُهُ ذَلِكَ الْقَوْلُ شَيْئًا.
Seorang bijak megatakan : Barangsiapa yang mengerjakan tujuh hal tanpa dibarengi tujuh hal maka apa yang ia kerjakan itu tidak akan membawa manfaat, yaitu :
1. Seseorang yang beramal dengan takut, namun tidak memelihara diri.
Ia mengatakan : “Saya takut siksaan Allah”, tetapi ia tidak meninggalkan perbuatan-perbuatan dosa. Maka ucapannya itu tidak membawa manfaat sama sekali bagi dirinya.
وَالثَّانِي أَنْ يَعْمَلَ بِالرَّجَاءِ دُونَ الطَّلَبِ، يَعْنِي يَقُولُ: إِنِّي أَرْجُو ثَوَابَ اللَّهِ تَعَالَى، وَلَا يَطْلُبُهُ بِالْأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ، لَمْ تَنْفَعْهُ مَقَالَتُهُ شَيْئًا.
2. Seseorang yang beramal dengan penuh harapan namun tidak berusaha.
Ia mengatakan : “Saya mengharapkan pahala Allah”, tetapi ia tidak berusaha mencapainya dengan amal-amal shalih. Maka apa yang ia ucapkan itu tidak ada gunanya
وَالثَّالِثُ بِالنِّيَّةِ دُونَ الْقَصْدِ يَعْنِي يَنْوِي بِقَلْبِهِ أَنْ يَعْمَلَ بِالطَّاعَاتِ وَالْخَيْرَاتِ وَلَا يَقْصِدُ بِنَفْسِهِ، لَمْ تَنْفَعْهُ نِيَّتُهُ شَيْئًا
3. Niat tanpa realisasi.
Didalam hati ia niat untuk mengerjakan ibadah dan perbuatan yang baik, namun ia tidak merealisasikannya dengan tindakan. Maka apa yang ia niatkan itu tidak akan manfaat bagi dirinya.
وَالرَّابِعُ بِالدُّعَاءِ دُونَ الْجَهْدِ، يَعْنِي يَدْعُو اللَّهَ تَعَالَى أَنْ يُوَفِّقَهُ لِلْخَيْرِ وَلَا يَجْتَهِدُ، لَمْ يَنْفَعْهُ دُعَاؤُهُ شَيْئًا، وَيَنْبَغِي لَهُ أَنْ يَجْتَهِدَ لِيُوَفِّقَهُ اللَّهُ تَعَالَى كَمَا قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: {وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ} [العنكبوت: 69] ، يَعْنِي الَّذِينَ جَاهَدُوا فِي طَاعَتِنَا وَفِي دِينِنَا لَنُوَفِّقَنَّهُمْ لِذَلِكَ
4. Doa tanpa kesungguh-sungguhan.
Ia berdoa kepada Allah agar diberi kekuatan untuk mengerjakan perbuatan-perbuatan yang baik, namun ia tidak bersungguh-sungguh untuk mengerjakannya. Maka doanya itu tidak ada gunanya. Yang lebih penting hendaknya ia bersungguh-sungguh dalam beramal niscaya Allah akan menolongnya. Sebagaimana firman Allah dalm surat al angkabut ayat 69 :
وَالْخَامِسُ بِالِاسْتِغْفَارِ دُونَ النَّدَمِ، يَعْنِي يَقُولُ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَلَا يَنْدَمُ عَلَى مَا كَانَ مِنْهُ مِنَ الذُّنُوبِ، لَمْ يَنْفَعْهُ الِاسْتِغْفَارُ يَعْنِي بِغَيْرِ النَّدَامَةِ.
5. Mohon ampunan tanpa penyesalan.
Ia menucapkan : “Saya mohon ampun kepada Allah”, namun ia tidak menyesali dosa-dosanya. Maka permohonannya itu sia-sia belaka.
وَالسَّادِسُ بِالْعَلَانِيَةِ دُونَ السَّرِيرَةِ يَعْنِي يُصْلِحُ أُمُورَهُ فِي الْعَلَانِيَةِ وَلَا يُصْلِحُهَا فِي السِّرِّ، لَمْ تَنْفَعْهُ عَلَانِيَتُهُ شَيْئًا.
6. Dalam hal-hal yang kelihatan, ia kerjakan dengan baik, namun dalam hal-hal yang tidak diketahui orang, ia tidak mengerjakannya dengan baik. Tindakan semacam ini menunjukkan bahwa perbuatannya itu tidak membawa kebaikan kepada pelakunya.
وَالسَّابِعُ أَنْ يَعْمَلَ بِالْكَدِّ دُونَ الْإِخْلَاصِ يَعْنِي يَجْتَهِدُ فِي الطَّاعَاتِ وَلَا تَكُونُ أَعْمَالُهُ خَالِصَةً لِوَجْهِ اللَّهِ تَعَالَى، لَمْ تَنْفَعْهُ أَعْمَالُهُ بِغَيْرِ إِخْلَاصٍ، وَيَكُونُ ذَلِكَ اغْتِرَارًا مِنْهُ بِنَفْسِهِ
7. Seseorang yang beramal dengan sungguh-sungguh tanpa ikhlas.
Maksudnya ia bersungguh-sungguh dalam mengerjakan ibadah namun amal ibadahnya itu tidak ikhlas karena Allah Ta’ala.
Maka amal-amal yang tidak ikhlas itu tidak akan bermanfaat apa-apa bagi dirinya, bahkan yang demikian itu merupakan penipuan bagi dirinya sendiri.
وَقِيلَ لِبَعْضِ الْحُكَمَاءِ: مَنِ الْمُخْلِصُ؟ قَالَ: الْمُخْلِصُ الَّذِي كَتَمَ حَسَنَاتِهِ كَمَا يَكْتُمُ سَيِّئَاتِهِ. وَقِيلَ لِبَعْضِهِمْ: مَا غَايَةُ الْإِخْلَاصِ؟ قَالَ: أَنْ لَا يُحِبَّ مَحْمَدَةَ النَّاسِ.
Ditanyakan kepada sebagian orang bijak : " Siapakah yang disebut sebagai orang yang ikhlas ?" beliau menjawab : " Orang yang ikhlas yaitu orang yang menyembunyikan kebaikan-kebaikannya sebagaimana ia menyembunyikan kejelekan-kejelekannya ".
Ditanyakan kepada sebagian yang lainnya : " Apakah puncaknya ikhlas ?" beliau menjawab : " yaitu apabila dia beramal tidak menyukai pujian dari orang lain.
وَرُوِيَ عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ , أَنَّهُ قَالَ: لِلْمُرَائِي أَرْبَعُ عَلَامَاتٍ: يَكْسَلُ إِذَا كَانَ وَحْدَهُ، وَيَنْشَطُ إِذَا كَانَ مَعَ النَّاسِ، وَيَزِيدُ فِي الْعَمَلِ إِذَا أُثْنِيَ عَلَيْهِ، وَيَنْقُصُ إِذَا ذُمَّ بِهِ. .
Dari Ali bin Abi Tholib rodhiyallohu anhu, sesungguhnya beliau berkata : " orang yang pamer mempunyai empat tanda :
1. malas beramal ketika sendirian.
2. giat beramal ketika bersama orang lain.
3. menambah amalan ketika di puji puji.
4. mengurangi amalan ketika di cela."
. وَرُوِيَ عَنْ شَقِيقِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ الزَّاهِدِ , أَنَّهُ قَالَ: حُسْنُ الْعَمَلِ ثَلَاثَةُ أَشْيَاءَ: أَوَّلُهَا أَنْ يَرَى أَنَّ الْعَمَلَ مِنَ اللَّهِ تَعَالَى لِيَكْسِرَ بِهِ الْعُجْبَ، وَالثَّانِي أَنْ يُرِيدَ بِهِ رِضَا اللَّهِ لِيَكْسِرَ بِهِ الْهَوَى، وَالثَّالِثُ أَنْ يَبْتَغِيَ ثَوَابَ الْعَمَلِ مِنَ اللَّهِ تَعَالَى لِيَكْسِرَ بِهِ الطَّمَعَ وَالرِّيَاءَ، وَبِهَذِهِ الْأَشْيَاءِ تَخْلُصُ الْأَعْمَالُ.
Diriwayatkan dari syaqiq bin ibrahim az zahid sesungguhnya beliau berkata : " Kebaikan suatu amal itu ada tiga perkara :
1. Hendaknya seseorang berpendapat bahwa amal itu dari Allah Ta’ala, ini tujuannya untuk menghilangkan ‘ujub (rasa heran terhadap diri sendiri).
2. Hendaknya dengan amal itu ia mengharapkan ridla Allah, ini tujauannya untuk menghilangkan hawa nafsu.
3. Hendaknya ia mengharapkan ridla pahala / balasan amalnya itu hanya dari Allah sehingga tidak menimbulkan tamak dan riya’ (pamer kepada orang lain).
Dengan ketiganya inilah amalan-amalan menjadi bersih.
قَالَ بَعْضُ الْحُكَمَاءِ: يَحْتَاجُ الْعَمَلُ إِلَى أَرْبَعَةِ أَشْيَاءَ حَتَّى يَسْلَمَ: أَوَّلُهَا الْعِلْمُ قَبْلَ بَدْئِهِ. لِأَنَّ الْعَمَلَ لَا يَصْلُحُ إِلَّا بِالْعِلْمِ، فَإِذَا كَانَ الْعَمَلُ بِغَيْرِ عِلْمٍ كَانَ مَا يُفْسِدُهُ أَكْثَرَ مِمَّا يُصْلِحُهُ.
Sebagian orang bijak berkata : "Amalan-amalan itu membutuhkan empat hal agar menjadi sempurna :
1. Mempunyai ilmu sebelum memulai pekerjaan, karena amal perbuatan itu tidak akan benar dan sempurna kecuali dilandasi dengan ilmu. Amal perbuatan yang tanpa ilmu akan lebih banyak salahnya daripada benarnya.
وَالثَّانِي النِّيَّةُ فِي مَبْدَئِهِ لِأَنَّ الْعَمَلَ لَا يَصْلُحُ إِلَّا بِالنِّيَّةِ. كَمَا قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى»
2. Niat pada saat memulai pekerjaan, karena amal perbuatan itu tidak akan sah kecuali dengan niat, sebagaimana sabda nabi : " sahnya amalan2 hanyalah dengan niatnya dan setiap seseorang hanyalah mendapatkan apa yang diniatkannya"
وَالثَّالِثُ الصَّبْرُ فِي وَسَطِهِ، يَعْنِي يَصْبِرُ فِيهَا حَتَّى يُؤَدِّيَهَا عَلَى السُّكُونِ وَالطُّمَأْنِينَةِ.
3. Sabar sewaktu melakukan amal perbuatan, sehingga ia akan bisa mengerjakannya dengan tenang dan tuma'ninah
وَالرَّابِعُ الْإِخْلَاصُ عَنْدَ فَرَاغِهِ، لِأَنَّ الْعَمَلَ لَا يُقْبَلُ بِغَيْرِ إِخْلَاصٍ، فَإِذَا عَمِلْتَ بِالْإِخْلَاصِ يَتَقَبَّلُ اللَّهُ تَعَالَى مِنْكَ وَتُقْبِلُ قُلُوبُ الْعِبَادِ إِلَيْكَ.
4. Ikhlas sewaktu selesai mengerjakan amal perbuatan, karena amal yang tidak ikhlas itu tidak akan diterima, dan hanya amal yang dikerjakannya dengan ikhlas saja yang diterima oleh Allah. Wallohu a'lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar